BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus,
tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga
terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard
Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak
penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat
di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di
Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%),
Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan
berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak
menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah
(anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis,
dan 10% berakibat fatal.
1.2. TUJUAN PENULISAN
Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi,
patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta
prognosis dari glomerulonefritis akut yang dapat menyebabkan berbagai
komplikasi, salah satunya gagal ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus
kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap
ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid
terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di
kaliks minor. Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus kontortus
proksimal dan distal.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi
lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan
menghilang dengan bertambahnya umur.
Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus
yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai
pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang
sudah ada disertai maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga
kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi
plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.
Gambar 2. Perdarahan pada ginjal
Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi
tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
- Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.
- Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ
- Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
- Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
- Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
- Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
- Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
- Degradasi insulin.
- Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui
ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil
akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain.
Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung
untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah :
- Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan cairan filtrasi.
- Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi.
Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan
plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam
cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian
utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil
substansi-substansi yang disekresi.
2.1.2. Sistem glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada
perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang
terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu
permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri
atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut
mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM
= glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata
bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah
dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana
basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam
keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
- glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar korteks.
- glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.
Gambar 3. Bagian-bagian nefron
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi
sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel,
mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang
disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal glomerulus
membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan
mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk
tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara
eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah
filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-pori
tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium
(sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler
gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium
berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam
pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik
melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui
saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Gambar 4. Kapiler gomerulus normal
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat
gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus
sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel,membran basal dan sel epitel
dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat.
Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan
(heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein
dalam daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan
negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler
gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.
gambar 5. anatomi sistem ginjal
2.2. FISIOLOGI
2.2.1. Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring
melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa,
fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul
rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto
albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk
ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi
yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN
GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus
dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.
SN GFR = Kf.(∆P-∆Ï€)
= Kf.P.uf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler
glomerulus yang tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran
basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :
- tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
- tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
- tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
- tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus (Ï€ g)
- tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat tidak mengandung protein.
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin atau memakai rumus berikut:
Harga “k” pada: BBLR < 1 tahun = 0,33
LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun = 0,45
Kretinin serum (mg/dl) 1 – 12 tahun = 0,55
2.3. GLOMERULONEFRITIS AKUT
2.3.1. DEFINISI
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut
post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini
sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah
akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu
istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal
yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh
suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis
akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya
gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
2.3.2. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh
kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49.
Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
- Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
- Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
- Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma
2.3.2.1. Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara
khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya.
Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi
streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a. Sterptolisin O
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam
keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif
bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa
hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan
dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O
bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada
manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan
sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O.
fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal
dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau
adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada
orang yang hipersensitifitas.
- Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni
sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin
S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non
spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak
bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.
Gambar 6. Bakteri Sterptokokus
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit.
Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam
rematik dan glomerulonefritis.
2.3.3. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik.
Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi
kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear
(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim
lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel
endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel.
Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks
komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul
subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan
berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi
PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun
(antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis
glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran
basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran
basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi
dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa
mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan
molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam
endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin
ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic.
Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah
tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang
kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga
berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah
plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan
sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah
kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin
minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi
sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel
dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler.
Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan
sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka
respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi
epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi
deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui,
walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu
determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai
kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler
do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium.
Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,
misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan
penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit
kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat
ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
- Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
- Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
- Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
2.3.4. Prevalensi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada
golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain
menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit
ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali
lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan
umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan
prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada
orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat
tinggalnya tidak sehat.
2.3.5. Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan
tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada
rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah
daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.
Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang
disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh
tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal
jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat
nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.
Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita,
meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun
(meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air
dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif,
dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi
kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali
pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak
ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal
seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang
menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin
hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel
(ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.
2.3.6. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria
makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain.
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda
gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan
gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4
normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun
pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam
waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3,
ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada
75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji
terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase
atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif.
Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali
berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.
kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak
mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien.
2.3.7. Gambaran patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat
titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua
glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping
itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel
polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan
tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps
di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan
antigen Streptococcus.
Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan
eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular
yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler
terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN
Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×
Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar
menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga
infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di
subephitelia.(lihat tanda panah)
Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan
pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG)
sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”
2.3.8. Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada
pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul
mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.
Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain
dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal
penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera
setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi
bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria),
sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul
10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang
tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa
hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal.
Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut
adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan
glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya
cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih)
sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada
glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak
lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan
glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik
yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8
minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada
glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada
glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain
non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok
tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi
bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom
nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
2.3.9. Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari,
atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi
sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
2.3.10. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
- Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
- Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
- Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
- Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
- Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
- diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
- Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
2.3.11. Komplikasi
- Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
- Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
- Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
- Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.
2.3.13. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada
epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke
7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara
bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4
minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi
kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun.
Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi
ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok
pada dewasa kurang baik
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria
dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun
di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol.
Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut
pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya
perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada
orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis
belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena
masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis
kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.
BAB III
KESIMPULAN
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral.
Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7
tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang ,
perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2.
tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya
beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal,
terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus
beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe
tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang
lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak
di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh
rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.
Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria,
oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk
Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada
ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa
infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema
atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara
kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca
infeksi strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
- Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta.
- Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
- markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
- http://yumizone.wordpress.com/2009/07/28/glomerulonefritis-akut-gna/
- http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.
- http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009
- Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html. Accessed April 8th, 2009.
- http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.
- http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.
- http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.html. Accessed April 8th, 2009.
- http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009.
- http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed April 8th, 2009.
- http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April 8th, 2009.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda di Sini