B. ANATOMI dan FISIOLOGI
Prostat adalah suatu organ yang
terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskular. Kelenjar ini mulai tumbuh
pada kehamilan umur 12 minggu karena pengaruh dari horman androgen yang berasal
dari testis janin. Prostat merupakan derivat dari jaringan embrional sinus
urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti konnus terbalik yang terjepit
(kemiri ).
Letak kelenjar prostat disebelah
inferior buli-bulu, didepan rektum dan membungkus uretra posterior. Ukuran
rata-rata prostat pada pria dewasa 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya
kurang lebih 20 gram.
Pada tahun 1972 Mc. NEAL,
mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari prostat. Menurut Mc. NEAL,
komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak/membentuk zona
perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan
95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain ( 5% ) membentuk zona
transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum.
Proses hiperplasia dimulai di zona transisi ini. Sebagian besar proses
keganasan (60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di
zona transisi dan zona sentral.
Prostat menghasilkan suatu cairan
yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini
dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk
kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini
merupakan 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami
hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra
posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
C.
DEFINISI
Carsinoma prostat atau kanker
prostat adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya sel pada jaringan
prostat yang tidak normal/abnormal yang merupakan kelainan atau
suatu keganasan pada saluran perkemihan khususnya prostat pada bagian lobus
perifer sehingga timbul nodul-nodul yang dapat diraba.
Kanker prostat adalah penyakit kanker yang
berkembang di prostat, sebuah kelenjar dalam sistem reproduksi lelaki. Hal ini
terjadi ketika sel prostat mengalami mutasi dan mulai berkembang di luar
kendali. Sel ini dapat menyebar secara metastasis dari prostat ke bagian tubuh
lainnya, terutama tulang dan lymph node. Kanker prostat dapa menimbulkan rasa
sakit, kesulitan buang air kecil, disfungsi erektil dan gejala lainnya.
Kanker Prostat adalah suatu tumor
ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat.
D.
ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Hingga sekarang masih belum
diketahui secara pasti penyebab terjadinya ca prostat ; tetapi beberapa
hipotesa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya ca mammmae adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara
hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
- Peranan dari growth factor ( faktor pertumbuhan ) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
- Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
- Teori sel stem menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan se epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
Faktor resiko
- Laki-laki usia >55 tahun yang mempunyai riwayat famili menderita kanker prostat
- Makanan terbiasa mengandung asam lemak jenuh.
- Kontak dengan logam berat seperti cadmium.
- Ras Afrika yang tinggal di Amerika.
- Kebiasaan hidup kurang
melakukan gerakan fisik atau olah raga
Kebiasan merokok
E.
PATOFISIOLOGI
Penyebab Ca Prostat hingga kini
belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesa menyatakan bahwa Ca
Prostat erat hubungannya dengan hipotesis yang disuga sebagai penyebab
timbulnya Ca Mammae adalah adanya perubahan keseimbangan antara hormon
testosteron dan estrogen pada usia lanjut, hal ini akan mengganggu proses
diferensiasidan proliferasi sel. Difsreniasi sel yang terganggu ini menyebabkan
sel kanker, penyebab lain yaitu adanya faktor pertumbuhan yang stroma yang
berlebihan serta meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya
sel-sel yang mati sehingga menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik.
Perubahan prolife sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel
kelenjar prostat menjadi berlebihan sehingga terjadi Ca Prostat (Price, 1995)
Kanker akan menyebakan penyempitan
lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urin,. Keadaan ini
menybabkan penekanan intraavesikal, untuk dapat mengeluarkan urinbuli-buli
harus dapat berkontraksi kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divetikel buli-buli.
Fase penebalan ototdetrusor ini disebut fase kompensasi (Purnomo,2000)
Perubahan struktur pada buli-buli
dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
lower urinary track symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejal-gejal
prostatismus, dengan semakin meningkatnya retensi uretra, otot detrusor masuk
ke dalam fase dekompensaasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksisehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravsikal yang semakin
tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli ke ureter atau terjadi
refluk vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis,bahkan akhirnya akan dapat jatuh kedalam gagal
ginjal (Price, 1995).
Berkemgangnya tumor yang terus
menerus dapat terjadi perluasan langsung ke uretra, leher kandung kemih dan
vesika semmininalis. Ca Prostat dapat juga menyebar melalui jalur hematogen
yaitu tulang –tulang pelvis vertebra lumbalis, femur dan kosta. Metastasis
organ adalah pada hati dan paru (Purnomo,2000)
Proses patologis lainnya adalah
penimbunan jaringan kolagen dan elastin diantara otot polos yang berakibat
melemahnya kontraksi otot. Selain tu terdapat degenerasi sel syaraf yang
mempersarafi otot polos. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan
penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil. Karena fungsi
otot vesika tidak normal, maka terjadi peningkatan residu urin yang menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Purnomo,2000)
F.
MANIFESTASI KLINIS
Gangguan pola perkemihan baik
frekuensi, adanya desakan, nokturia akibat membesarnya ukuran kelenjar
yang mendesak urethra. Terjadinya obstruksi urethra mengganggu perkemihan,
Lama-kelamaan berkembang terjadinya anemi.
Masalah kelenjar prostat,baik karena
membesar atau karena mengalami perdangan,boleh dikatakan menimbulkan gejala
yang serupa,yaitu :
·
Mengalami
kesulitan dalam buang air kecil
·
Buang air
kecil lebih sering ,terutama kalau pada malam hari.
·
Mengalami
kesulitan memulai pancaran air seni .
·
Mengalami
kesulitan juga dalam mengakhiri aliran air seni
·
Pancaran
aliran air seni lemah
·
Merasa
kandung kencing tidak kosong sempurna
·
Jika
disertai infeksi timbul keluhan nyeri waktu buang air kecil,atau waktu
mengeluarkan air mani selesai bersetubuh.
·
Kadang-kadang,aliran
air seni berhenti sendiri.
·
Makin ada
darah di dalam air seni atau air mani
·
Pada kanker
prostat,selain keluhan tersebut diatas juga disertai :
·
Perasaan
nyeri pada daerah bawah pinggang.
·
Mengalami
kesulitan memulai dan mempertahankan ereksi penis.
·
Keluhan
nyeri pada pangkal paha dan daerah tulang pinggul.
·
Mungkin air
seni berdarah.
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi
pada hipertropi prostat adalah. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks
vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan
ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd.
Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue.
Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis.
H.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong )
- Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan “Ballottement”.
- Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
- Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan
tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan
konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal),
adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba.
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
·
Grade 1 :
Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
·
Grade 2 :
Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
·
Grade 3 :
Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
- Laboratorium.
·
Darah
lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .
·
Gula darah
dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang
dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
·
Faal ginjal
(BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit
yang mengenai saluran kemih bagian atas .
·
Analisis
urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih.
·
Pemeriksaan
kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan
sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang
diujikan.
- Flowmetri.
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran
urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di
periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian :
Untuk melihat penilaian Download Filenya
Untuk melihat penilaian Download Filenya
anda akan dibawa ke adf.ly tunggu beberapa saat hingga muncul pilihan SKIP AD di sebelah kanan atas lalu klik disitu maka anda akan menemukan link downloadnya
- Radiologi.
·
Foto polos
abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat
menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda
dari suatu retensi urine.
·
Pielografi
intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan
hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula
) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect
divesikula.
·
Ultrasonografi
(USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal
ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat <
pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat
diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar
prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.
·
Cystoscopy
(sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan
ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber
perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen
didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat
kedalam uretra.
- Kateterisasi.
Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa
urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari
100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
hiper tropi prostat.
I.
PENATALAKSANAAN
Hanya dengan dilakukan prostatektomi
yang merupakan reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra untuk
memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut, ada beberapa
alternatif pembedahan meliputi :
1. Transsurethral resection of prostate
(TURP)
Dimanan jaringan prostat obstruksi
dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengana sistoskop/resektoskop
dimasukkan melalui uretra
2. Suprapubic /open prostatektomi
Dengan diindikasikan untuk massa
lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi
garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih,pendekatan ini lebih ditujukan
bila ada batu kandung kemih. Pedekatan ini lebih ditujukan bila ada batu
kandung kemih.
3. Retropubic prostatektomi
Massa jairingan prostat hipertropi
(lokasi tinggi dibagian pelvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa
pembukaan kandung kemih
4. Perineal prosteatektomi
Massa prostat besar dibawah area
pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum dan rektum, prosedur radikal
ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA PROSTAT
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap
awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis
keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap,
yaitu pengkajian pre operasi prostektomi dan penkajian post operasi
prostatektomi
1. Pengkajian pre operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan sejak klien
ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur,
agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa,
alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien ca prostat keluhan
keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran
melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan
waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
c. Riwayat penyakit dahulu .
Adanya penyakit yang berhubungan
dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang
berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di
jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit
DM dan hipertensi.
d. Riwayat penyakit keluarga.
Adanya riwayat keturunan dari
salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit ca prostat Anggota
keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.
e. Riwayat psikososial
§
Intra
personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani
operasi akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan
tentang prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku
klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
§
Inter
personal
Meliputi peran klien dalam keluarga
dan peran klien dalam masyarakat.
f. Pola fungsi kesehatan
g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan
merokok, penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan
upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan
kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat
h. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis
makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan
menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause,
stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan
atau masalah.
i.
Pola
eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih,
termasuk frekuensinya, ragu ragu, menetes – netes, jumlah klien harus
bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga
ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih.
Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat
dari prostrusi prostat kedalam rectum.
j.
Pola tidur
dan istirahat
Klien ditanya lamanya tidur, adanya
waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari (
nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur
juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
k. Pola aktifitas.
Klien ditanya aktifitasnya sehari –
hari, aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada
perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum
operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – hari sendiri.
l.
Pola
hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya
dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran
klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana seharusnya.
m. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan
atau emosi yang dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya
muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang
sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya,
apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.
n. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya
penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi
tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya
tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
o. Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak,
hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu
dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami
sekarang ( masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.
p. Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan
stress, apa penyebab stress, mekanisme penanggulangan terhadap stress yang
dialami. Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah
mekanisme penanggulangan stressor positif atau negatif.
q. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana
dengan aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara
bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
b. Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana
permukaannya, adakah kelainan pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku
klien.
c. Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau
tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau trauma pada kepala.
d. Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah
odema, otot rahang bagaimana keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
e. Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak
mata odema atau tidak. Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan
perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.
f. Telinga
Ada atau tidak keluar secret,
serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
g. Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah
pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip, apakah hidung berbau dan
adakah pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana
keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau
tidak. Adakah pembesaran tonsil.
i.
Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku
kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
j.
Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah
gynecomasti.
k. Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada
pencembungan atau penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada
suara nafas tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.
l.
Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak
atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau getarannya.
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada
klien dengan keluhan retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada
supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya
terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak.
Peristaklit usus menurun atau meningkat.
n. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia.
Pembesaran prostat dapat teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang
terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan
testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
o. Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi.
Jari – jari tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar
pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau
nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.
3. Pemeriksaan diagnostik
Untuk pemeriksaan diagnostik sudah
dijabarkan penulis pada konsep dasar.
Pengkajian post operasi
prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan setelah
klien menjalani operasi, yang meliputi:
a. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda – beda
antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul
pada klien post operasi prostektomi adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri
karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu
pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien
sendiri.
b. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah
klien, suara bicara.
c. Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada
sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas
, irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot
Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda –
tanda cyanosis ada atau tidak.
d. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi (
takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung ( EKG
).
e. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi,
inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah
flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.
f. Sistem neurology
Hal yang dikaji : keadaan atau kesan
umum, GCS, adanya nyeri kepala.
g. Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari –
hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang
infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah yang
terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.
h. Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra
pubik, kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi.
Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa.
Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari.
Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.
i.
Terapi yang
diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat – obatan
seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Diagnosa sebelum operasi
a. Perubahan eliminasi urine:
frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan
tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran
prostat.
b. prostat. Nyeri berhubungan dengan
penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran
c. Gangguan tidur dan istirahat
berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi:
retensi disuria, frekuensi, nokturia.
- Diagnosa setelah operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme
kandung kemih dan insisi sekunder pada prostatektomi
b. Perubahan eliminasi urine
berhubungan dengan obstruksi sekunder dari prostatektomi bekuan darah odema .
c. Potensial infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
sering.
d. Kurang pengetahuan: tentang
prostatektomi sehubungan dengan kurang informasi .
e. Gangguan tidur dan istirahat
berhubungan dengan nyeri.
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Perubahan
eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi,
nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obstruksi
mekanik : pembesaran prostat.
|
Tujuan:
Pola eliminasi normal .
Kriteria
hasil :
·
Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak
teraba distensi kandung kemih
·
Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml
·
Klien dapat berkemih volunter
·
Urinalisa dan kultur hasilnya negatif
·
Hasil laboratorium fungsi ginjal normal
|
1. Jelaskan pada klien tentang
perubahan dari pola eliminasi.
2. Dorong klien untuk berkemih tiap 2
– 4 jam dan bila dirasakan .
3. Anjurkan klien minum sampai 3000
ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan
4. Perkusi / palpasi area
supra pubik.
5. Observasi aliran dan kekuatan
urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume residu urine lebih besar
dari 100 cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten.
|
1. Meningkatkan pengetahuan
klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2. Meminimalkan retensi urine,
distensi yang berlebihan pada kandung kemih
3. Peningkatan aliran cairan,
mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari
pertumbuhan bakteri.
4. Distensi kandung kemih dapat
dirasakan di area supra pubik.
5. Observasi aliran dan
kekuatan urine untuk mengevaluasi adanya
obstruksi
|
2.
|
prostat.
Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap
pelebaran
|
Tujuan :
Klien menunjukan bebas dari ketidaknyamanan
Kriteria
hasil :
-
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
-
Ekspresi wajah klien rileks
-
Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
-
Tanda-tanda vital dalam batas normal
|
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.
2. Beri tindakan kenyamanan, contoh:
membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi /
latihan nafas dalam.
3. Beri kateter jika diinstruksikan
untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.
4. Observasi tanda – tanda vital.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat sesuai indikasi, contoh: eperidin ( Dumerol )
|
1. Memberi informasi untuk membantu
dalam menentukan pilihan Intervensi
2. Meningkatkan relaksasi,
memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3. Retensi urine menyebabkan infeksi
saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis
4. Mengetahui perkembangan lebih
lanjut
5. Untuk menghilangkan nyeri hebat /
berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.
|
3.
|
Gangguan
tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun sekunder
terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi, nokturia.
|
Tujuan:
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria
hasil:
·
Klien mampu istirahat / tidur dengan waktu yang
cukup.
·
Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.
·
Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
|
1. Jelaskan pada klien dan keluarga
penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara untuk
menghindarinya.
2. Ciptakan suasana yang mendukung
dengan mengurangi kebisingan.
3. Batasi masukan minuman yang
mengandung kafein.
|
1. Meningkatkan pengetahuan klien
sehingga klien mau kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Suasana yang tenang akan mendukung
istirahat klien.
3. Menentukan rencana untuk mengatasi
gangguan.
|
4.
|
Nyeri berhubungan
dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada prostatektomi
|
Tujuan:
Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria
hasil :
·
Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
·
Ekspresi wajah klien tenang.
·
Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
·
Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
·
Tanda – tanda vital dalam batas normal.
·
Keluarnya urine melalui sekitar kateter sedikit.
|
1. Jelaskan pada klien tentang gejala
dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval
yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus
kandung kemih.
3. Jelaskan pada klien bahwa
intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
4. Beri penyuluhan pada klien agar
tidak berkemih ke seputar kateter.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak
duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
6. Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
7. Jagalah selang drainase urine
tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih.
Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
8. Observasi tanda – tanda vital.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat – obatan ( analgesik atau anti spasmodik )
|
1. Kien dapat mendeteksi gajala dini
spasmus kandung kemih.
2. sehingga obat – obatan bisa
diberikan.
3. klien bahwa ketidaknyamanan hanya
temporer
4. Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Mengurangi tekanan pada luka
insisi
6. Menurunkan tegangan otot,
memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7. Sumbatan pada selang kateter oleh
bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan
spasme.
8. Mengetahui perkembangan lebih
lanjut
9. nyeri dan mencegah spasmus
kandung kemih.
|
5.
|
Perubahan
eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari prostatektomi
bekuan darah odema .
|
Tujuan:
Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria
hasil:
·
Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa
retensi.
·
Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan
kontrol kandung kemih.
·
Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar
lewat kateter.
|
1. Pertahankan irigasi kandung kemih
yang konstan selama 24 jam pertama
2. Pertahankan posisi dower kateter
dan irigasi kateter.
3. Anjurkan intake cairan 2500-3000
ml sesuai toleransi.
4. Setalah kateter diangkat, pantau
waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung
kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala – gejala retensi.
|
1. Mencegah retensi pada saat dini.
2. dapat menghambat aliran urine.
3. Mencegah bekuan darah menyumbat
aliran urine.
4. Melancarkan aliran urine.
|
6.
|
Potensial
infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih sering.
|
Tujuan:
Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria
hasil:
·
Klien tidak mengalami infeksi.
·
Dapat mencapai waktu penyembuhan.
·
Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada
tanda – tanda shock.
|
1. Pertahankan sistem kateter steril,
berikan perawatan kateter dengan steril.
2. Anjurkan intake cairan yang cukup
( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
3. Pertahankan posisi urobag dibawah.
4. Observasi tanda – tanda vital,
laporkan tanda – tanda shock dan demam.
5. Observasi urine: warna, jumlah,
bau.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat antibiotik.
|
1. Mencegah pemasukan bakteri dan
infeksi.
2. Meningkatkan output urine sehingga
resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3. Menghindari refleks balik urine
yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4. Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Mengidentifikasi adanya infeksi.
6. Untuk mencegah infeksi dan
membantu proses penyembuhan
|
7.
|
Kurang
pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang informasi .
|
Tujuan:
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria
hasil:
·
Klien akan melakukan perubahan perilaku.
·
Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
·
Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan
kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
|
1. Beri penjelasan untuk mencegah
aktifitas berat selama 3-4 minggu .
2. Pemasukan cairan
sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
3. Kosongkan kandung kemih apabila
kandung kemih sudah penuh .
|
1. Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Mengedan bisa menimbulkan
perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Mengurangi potensial infeksi dan
gumpalan darah .
|
8.
|
Gangguan
tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri.
|
Tujuan:
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria
hasil:
-
Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
-
Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
-
Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
|
1. Jelaskan pada klien dan keluarga
penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
2. Ciptakan suasana yang mendukung,
suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
3. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
|
1. meningkatkan pengetahuan klien
sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2. Suasana tenang akan mendukung
istirahat .
3. Menentukan rencana mengatasi
gangguan .
4. Mengurangi nyeri sehingga klien
bisa istirahat dengan cukup .
|
anda akan dibawa ke adf.ly tunggu beberapa saat hingga muncul pilihan SKIP AD di sebelah kanan atas lalu klik disitu maka anda akan menemukan link downloadnya
DAFTAR
PUSTAKA
- Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
- Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
- Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
- Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,volume 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
- Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
- Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Airlangga.
- Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
- Price, S. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC
- Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV Infomedika.
- Sjamsuhidayat, R (et.al). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
- Smelzer, C Susanne. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth; alih bahasa, Agung Waluyo; editor bahasa Indonesia, Monica Ester. edisi VIII, Volume 3, Jakarta: EGC, 2002.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda di Sini