SPACE
OCCUPYING LESSION ( SOL )
A. Pengertian
SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang
intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses
otak dan tumor intra kranial. ( Long, C 1996 ; 130 )
Dalam Laporan Pendahuluan ( LP ) ini, penulis batasi pada Tumor
Otak Adapun definisi Tumor Otak adalah proses pertumbuhan termasuk benigna
dan maligna yang mengenai otak dan sumsum tulang belakang ( Bullock, 1996 ).
B. Etiologi
Faktor Resiko, tumor otak dapat terjadi pada setiap kelompok Ras,
insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia terutama pada dekade kelima,
keenam dan ketujuh .faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat
kimia tertentu ( Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas ), namun hal
tersebut belum bisa dipastikan.Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya
tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.
1. Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
a. Jinak
· Acoustic neuroma
· Meningioma
· Pituitary adenoma
· Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
· Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
· Oligodendroglioma
· Apendymoma
2 2. Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a. Tumor intradural
· Ekstramedular
· Cleurofibroma
· Meningioma intramedural
· Apendimoma
· Astrocytoma
· Oligodendroglioma
· Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer.D. Tanda dan gejala
1.
Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a.
Sakit kepala
b.
Muntah
c.
Papiledema
2.
Gejala terlokalisasi ( spesifik
sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a.
Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang
kejang yang terletak
pada satu sisi tubuh (
kejang jacksonian )
b.
Tumor lobus oksipital ;
hemianopsia homonimus kontralateral ( hilang
Penglihatan pada setengah lapang pandang , pada sisi yang berlawanan
dengan tumor ) dan halusinasi penglihatan
c.
Tumor serebelum ; pusing,
ataksia, gaya berjalan sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak
terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d.
Tumor lobus frontal ; gangguan
kepribadia, perubahan status
emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental., pasien
sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e.
Tumor sudut serebelopontin ;
tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (
gangguan saraf kedelapan ), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan
lidah ( saraf kelima ), kelemahan atau paralisis ( saraf kranial keketujuh ),
abnormalitas fungsi motorik.
f.
Tumor intrakranial bisa
menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan
gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
(
Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
E. PATOFISIOLOGI
- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral
- Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
- Hidrosefalus
- Gangguan fungsi hipofisis
Pada
fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia,
infiltrasi leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema,
beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction
atau dinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis ( long, 1996 : 193 ).
Terjadi
proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada
daerah central nervus ( CNS ). Sel ini akan terus berkembang mendesak
jaringan otak yang sehat disekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan
neurologis ( Gangguan Fokal Akibat Tumor Dan Peningkatan TIK ).
Tumor
– tumor otak primer menunjukkan kira – kira 20 % dari penyebab semua
kematian kanker. Tumor – tumor otak jarang bermetastase keotak ,
biasanya dari paru – paru, payudara, cairan glastrointestinal bagian
bawah, pankreas, ginjal, dan kulit ( melanoma ).
Insiden
tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade ke 5, 6, 7 dengan
tingginya insiden pada pria usia dewasa tumr otak banyak dimulai dari
sel gelia ( sel untuk mebuat struktur dan mendukung sistem otak dan
medula spinalis ) dan merupakan supratentorial ( Terletak Diatas Penutup
Cerebellum ) jelasnya neoplastik dalam palastik menyebabkan kematian
yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan atau adanya peningkatan
TIK.
F. KOMPLIKASI
- Gangguan fungsi neurologis
- Gangguan kognitif
- Gangguan tidur dan mood
- Disfungsi seksual
G. Pemeriksaan Diagnostik
1.
CT Scan ; memberi informasi
spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan meluasnya odema
cerebral serta memberi informasi tentang sistem vaskuler
2.
MRI ; membantu dalam mendeteksi
tumor didalam batang otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam
gambaran yang menggunakan CT Scan
3.
Biopsi Stereotaktik ; dapat
mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan serta
informasi prognosis.
4.
Angiografi ; memberi gambaran
pembuluh darahserebral dan letak tumor
5.
Elektro ensefalografi ;
mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
(
Doenges, 2000 )
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SOL
A. Pengkajian
- Anamnesis
a. Identitas klien : usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes, dst.
b. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
d. Riwayat
penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses
paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pols fungsi kesehatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c. Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
d. Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
e. Hygiene
Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda
: penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus,
kejang umum lokal.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah
i. Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi :
mastoiditis, telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen
atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera
kepala.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
- Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
- Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
- Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
- Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
C. INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal dengan KH :
· TTV normal
· Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
· Gelisah hilang
Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya seperti GCS
2. Pantau frekuensi dan irama jantung
3. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam
4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan membrane mukosa
5. Gunakan selimut hipotermia
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid, klorpomasin, asetaminofen
Rasional :
1. Pengkajian
kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi TIK adalah
sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan
perkembangan dari kerusakan
2. Perubahan
pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan trauma
atau tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit
3. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus
4. Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun
5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
6. Dapat
menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema,
mengatasi menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan metabolisme
seluler/ menurunkan konsumsioksigen
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan KH :
· Nyeri hilang
· Pasien tenang
· Tidak terjadi mual muntah
Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang tenang
2. Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien
3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
4. Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman
5. Berikan ROM aktif/pasif
6. Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang tidak ada demam
7. Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai indikasi
Rasional :
1. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat
2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori akan menurunkan nyeri
4. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
5. Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri
6. Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit
7. Untuk menghilangkan nyeri yang hebat
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menjadi adekuat dengan KH :
· Mual muntah hilang
· Napsu makan meningkat
· BB kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
2. Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering
3. Timbang berat badan
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional :
1. Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga pasien terlindungi dari aspirasi
2. Meningkatkan
proses pencernaan dan kontraksi pasien terhadap nutrisi yang diberikan
dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan
3. Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori \nutrisi
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal.
KH :
Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit, mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
2. Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0 – 4)
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu
Rasional :
1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Seseorang
dalam semua kategori sama – sama mempunyai risiko kecelakaan namun
katagori 2 – 4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tsb
sehubungan dengan imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien kembali normal dengan KH :
Pasien dapat melihat dengan jelas
Intervensi :
1. Pastikan
atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan
kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan
dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu
2. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan
3. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakikan aktivitas
4. Rujuk pada ahli fisioterapi
Rasional :
1. Membantu
pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi, gangguan
fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi
timbulnya disorientasi dan ansietas
2. Mengurangi
kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori
3. Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan /pola respon yang memanjang
4. Pendekatan
antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan berintegrasi
yang didasarkan atas kombinasi kemampuan /ketidakmampuan secara individu
yang unik dengan berfokus pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik,
kognitif, dan perseptual
Daftar
Pustaka
- Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk, 1996, Perawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta
- Barbara L. Bullock 1996, Patofisiology, Adaptasi and alterations infeksius function, Fourth edition, Lipincott, Philadelpia
- Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
- Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
- Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
- Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda di Sini