KATARAK
A. DEFINISI
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa
yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di
dalam mata, seperti melihat air terjun.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah
katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif
(kemunduran ). Perubahan yang terjadi
bersamaan dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya
dan keruh, yang akan mengganggu pembiasan cahaya.
Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi
dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah
mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan
penglihatan.
B. ETIOLOGI
1.
Ketuaan ( Katarak Senilis )
2.
Trauma
3.
Penyakit mata lain ( Uveitis )
4.
Penyakit sistemik (DM)
5.
Defek kongenital ( salah satu kelainan herediter
sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles )
C. PATOFISIOLOGI
Lensa
yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan .
Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
poterior nukleus. Opasitaspada kapsul
poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya traansparansi. Perubahan dalam
serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar
daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan
dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh
kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya
proses penuaan yang normal. Faktor yang
paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV,
obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu yang lama.
D. MANIFESTASI KLINIK
Katarak didiagnosis terutama
dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak aakan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa
sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, emnyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak
abu-abu atau putih.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kartu mata snellen /mesin
telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke
retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan
mngkin karena massa
tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 –
25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan
sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan
adanya/ tipe gllukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur
internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan
anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol
DM
F. PENATALAKSANAAN
Bila penglihatan dapat dikoreksi
dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan
aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan
penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi
bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila
visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan
berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Ada 2
macam teknik pembedahan ;
1.
Ekstraksi katarak intrakapsuler
Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
2.
Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan
katarak. Mikroskop digunakan untuk
melihat struktur mata selama pembedahan.
G. PENGKAJIAN.KEPERAWATAN
1.
Aktifitas Istirahat
Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2.
Neurosensori
Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/merasa diruang gelap.
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar
sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia
( glukoma akut ).
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
(katarak), pupil menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma
darurat, peningkatan air mata.
3.
Nyeri / Kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap
atau tekanan pada atau sekitar mata,
sakit kepala
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.
Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
kehilangan vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan TIO ditandai dengan :
Adanya tanda-tanda katarak penurunan ketajaman
penglihatan
pandangan kabur, dll
Tujuan :
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan
cedera.
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
-
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
Intervensi :
-
Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska
operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
-
Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring
ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
-
Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba,
menggaruk mata, membongkok.
-
Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus
bila sembuh dari anestesi.
-
Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan
paru.
-
Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
-
Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
-
Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri
tajam tiba-tiba, Selidiki kegelisahan,
disorientasi, gangguan balutan.
Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
-
Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes,
pupil berbentuk buah pir.
-
Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid,
sikloplegis, analgesik.
2.
Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan
berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna
secara terapetik dibatasi. Ditandai dengan :
menurunnyaketajaman penglihatan
perubahan
respon biasanya terhadap rangsang.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
-
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
-
Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
-
Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau
dua mata terlibat.
-
Orientasikan klien tehadap lingkungan
-
Observasi tanda-tanda disorientasi.
-
Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan
menyentuh.
-
Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan
iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
-
Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang
tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta
titik mungkin ada.
-
Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil
dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
3.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal
sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif, yang ditandai
dengan :
pertanyaan/pernyataan salah konsepsi
tak
akurat mengikuti instruksi
terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan :
Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan
pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Kaji
informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
- Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan - penglihatan berawan.
- Informasikan
klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
- Diskusikan
kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
- Anjurkan
klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi,
membongkok pada panggul, dll.
- Dorong aktifitas
pengalihan perhatian.
- Anjurkan
klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan kebutuhan tidur
menggunakan kacamata pelindung.
- Anjurkan
klien tidur terlentang.
- Dorong
pemasukkan cairan adekuat.
- Identifikasi
tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyan E. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan
Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan
Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Nettina, Sandra M. 2001.
Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta. EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta.
FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung
Waluyo. Jakarta.
EGC
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda di Sini